Minggu, 18 Maret 2018

MAKALAH WITHHOLDING TAX





PENGARUH SISTEM PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK (WITHHOLDING TAX SYSTEM) DALAM TATANAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA




Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu: Dr. Mintasih Indriayu, M. Pd

Disusun oleh :
 Nama          : Noviana Dwi Saputri
 Nim            : K7616049


PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
MEI 2017


    
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang berusaha meningkatkan perekonomiannya. Salah satu upaya pemerintah dalam mengupayakannya yaitu dari sektor pajak. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat imbalan secara langsung  dan  digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling besar dan utama dalam APBN. Pajak juga sangat penting dalam memenuhi dan menunjang kebutuhan negara. 
Pajak memiliki beberapa sistem pajak, yaitu Self Assessment System, Official Assessment System dan Withholding Tax System.  Cara paling mudah yang dilakukan oleh pemerintah untuk memungut pajak adalah dengan cara mewajibkan Wajib Pajak untuk melakukan pemungutan dan pemotongan atas pajak  pihak lain. Cara ini dikenal dengan nama sistem pemotongan dan pemungutan  pajak atau Withholding Tax System.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sistem pemotongan dan pemungutan  pajak  (Withholding Tax System)?
2.      Bagaimana penerapan sistem pemotongan dan pemungutan  pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak ketiga (Withholding Tax)?
3.      Apa saja manfaat  penerapan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System)?
4.      Apa saja kelebihan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System)?
5.      Apa saja kekurangan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System)?
6.      Bagaimana pengaruh sistem pemotongan dan pemungutan  pajak (Withholding Tax) dalam tatanan perekonomian di Indonesia?

C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian sistem pemotongan dan pemungutan  pajak (Withholding Tax System).
2.      Untuk mengetahui penerapan sistem pemotongan dan pemungutan  pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak ketiga (Withholding Tax).
3.      Untuk mengetahui manfaat  penerapan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System).
4.      Untuk mengetahui kelebihan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System).
5.      Untuk mengetahui kekurangan sistem pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System).
6.      Untuk mengetahui pengaruh sistem pemotongan dan pemungutan  pajak (Withholding Tax) dalam tatanan perekonomian di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak (Withholding Tax System)
Menurut Nurmantu (2003: 106) menyatakan “Withholding tax system adalah suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga diberi kepercayaan (kewajiban), atau diberdayakan (empowerment) oleh undang-undang perpajakan untuk memotong pajak penghasilan sekian persen dari penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak.” Hal ini berarti yang berperan aktif dalam withholding tax system ini ialah Pihak Ketiga, bukan Fiskus dan bukan pula Wajib Pajak. Sistem pemotongan dan pemungutan pajaknya diserahkan kepada pihak ketiga yaitu subyek pajak dalam negeri antara lain Wajib Pajak Badan, Perorangan, Pemberi Kerja, Bendaharawan Pemerintah atau subyek pajak dalam negri lainnya yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

B.     Penerapan Sistem Pemotongan dan Pemungutan  Pajak Penghasilan yang dipungut oleh Pihak Ketiga (Withholding Tax)
Pelaksanaan witholding tax system melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pemotong dan pemungut pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk ini diberikan kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak yang terutang sehingga disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk dan diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut sebagai pemungut pajak.
Pemotong dan pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, bahwa:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Pemotong dan pemungut pajak bukanlah subjek pajak, namun diberi tanggung jawab untuk memotong, memungut dan menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukannya, sedangkan yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya adalah penghasilan yang diterima dan atau diperoleh. Tanggung jawab pelaksanaan mekanisme witholding tax system, diberikan oleh undang-undang kepada pemotong dan pemungut pajak sehingga terdapat sanksi-sanksi perpajakan dan tidak terdapat ketidakpatuhan atau penyalahgunaan dalam menjalankan kewajiban sebagai pemotong atau pemungut pajak. Peraturan jenis-jenis penghasilan dan transaksi yang dikenakan withholding tax tidak seluruhnya diatur oleh Undang-undang PPh, tetapi banyak didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Menurut Alsah (2003: 4) mengatakan bahwa secara garis besar sistem pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia dalam tahun berjalan dapat dikelompokkan dalam enam jenis pajak, yaitu: pemotongan PPh Pasal 21, Pemungutan PPh Pasal 22, pemotongan PPh Pasal 23, pemotongan PPh Pasal 24, pemotongan PPh Pasal 26, dan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).

1.      Pemotongan PPh Pasal 21
Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan Pemerintah, badan, bentuk usaha tetap, yayasan, perusahaan dan penyelenggaraan kegiatan, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, serta dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 
2.      Pemungutan PPh Pasal 22
Menurut Alsah (2003: 69) mengatakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
a.       Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
b.      Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 254/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan 392/KMK.03/2001 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-417/PJ./2001, saat terutang dan tata cara pemungutan, dan pelaporan Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 oleh pihak yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah sebagai berikut:
a.       PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah yang dananya bersumber dari APBN/APBD terutang dan dipungut pada saat dilakukannya pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan. Pemungutan dilakukan dengan cara penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah ke bak persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan SSP yang diisi atas nama Wajib Pajak rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah tersebut.
b.      Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Importir yang melakukan impor atas barang harus melunasi sendiri Pajak Penghasilan Pasal 22 yangterutang bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor (PIB). Selanjutnya importir tersebut diwajibkan meyampaikan SPT Masa paling lambat dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
c.       Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Produk-Produk Tertentu
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan produk-produk tertentu di dalam negeri  dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh Pemungut Pajak atas nama Wajib Pajak yang dipungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. Pemnungut pajak yang bersangkutan harus menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, lembar pertama diserahkan kepada pembeli dan  lembar kedua  digunakan pemungut sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak, sedangkan lembar ketiga merupakan arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
3.      Pemotongan PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
a.       Pihak Pemotong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dipotong pada saat dibayarkan atau terutang oleh:
1)      Badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri.
2)      Orang pribadi yang ditunjuk sebgaia pemotong PPh Pasal 23 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Misalnya: akuntan, arsitek,dokter, notaris, PPAT kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
3)      Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
b.      Pihak yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23
1)      Wajib Pajak dalam negeri
2)      Bentuk Usaha Tetap
4.      Pemotongan PPh Pasal 24
Menurut ketentuan perpajakan, Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh penghasilan yang diterima dari luar negeri. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 164/KMK.03/2002, ditegaskan bahwa pajak atas penghasilan di luar yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak dalam negeri adalah pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri yang dimaksud adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau kegiatan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri, misalnyabunga, dividen, dan royalti.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
a.       Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
b.      Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
c.       Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
5.      Pemotongan PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap diIndonesia.
a.       Pihak Pemotong PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 dipotong pada saat dibayarkan atau terutang oleh:
1)      Badan Pemerintah.
2)      Subjek Pajak dalam negeri.
3)      Penyelenggara kegiatan
4)      Bentuk Usaha Tetap.
5)      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
b.      Pihak yang dikenakan PPh Pasal 26
Pihak yang dikenakan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
c.       Sistem Pengenaan PPh Pasal 26
Pengenaan PPh Pasal 26 menganut 2 sistem pengenaan pajak, yaitu:
1)      Pemenuhan sendiri bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
2)      Pemotongan oleh pihak yang wajib membayarkan bagi Wajib Pajak luar negeri selain BUT.
6.      Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
Ketentuan PPh Pasal 4 ayat (2) mengatur tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan di bursa efek dan yang dilaporkan di bursa efek, dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi Wajib Pajak tertentu.
a.       Pihak Pemotong Pajak
1)      Penerbit obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran atas bunga dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga/obligasi dan atas diskonto dengan kupon/obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi.
2)      Perusahaan efek atau bank selaku pedagang perantara atas bunga dan diskonto pada saat transaksi
3)      Perusahaan efek, bank, dan pensiun dan reksadana selaku pembeli obligasi langsung tanpa melalui perantara atas bunga dan diskonto obligasi pada saat transaksi.
b.      Tidak dikenakan Pemotongan PPh yang bersifat Final
1)      Bank yang didirikan di Indonesiaatau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2)      Dana Pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan.
3)      Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
4)      Pemotongan PPh tidak bersifat final atas bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan diskonto obligasi dalam 1 tahun pajak tidak melebihi jumlah PTKP. Wajib Pajak tersebut dapat mengajukan restitusi atas PPh yang telah dipotong kepada KPP.

C.    Manfaat  Penerapan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak (Withholding Tax System)
Manfaat withholding tax system, antara lain :
1.      Meningkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar pajak secara tidak langsung telah membayar pajaknya.
2.      Meningkatkan penerimaan pajak.
3.      Pengumpulan pajak secara otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya.
4.      Merupakan penerapan dari prinsip convenience of tax system.

D.    Kelebihan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak (Withholding Tax System)
Kelebihan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak. Keduanya tentunya sangat bertentangan satu sama lain karena perbedaan kepentingan. Kelebihan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak dibandingkan dengan sistem pemungutan yang lain adalah:
1.      Ketepatan waktu penyetoran.
2.      Kemudahan
3.      Kesederhanaan
4.      Biaya Pemungutan pajak yang lebih murah.


E.     Kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak (Withholding Tax System)
Kekurangan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak juga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak. Keduanya tentunya sangat bertentangan satu sama lain karena perbedaan kepentingan. Kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak dibandingkan dengan sistem pemungutan yang lain adalah:
1.      Menambah beban adminisitrasi wajib pajak.
2.      Mempengaruhi cashflow Wajib Pajak.
3.      Resiko hukum atas kepatuhan wajib pajak.
4.      Menambah beban biaya wajib pajak.

F.     Pengaruh Sistem Pemotongan dan Pemungutan  Pajak (Withholding Tax) dalam Tatanan Perekonomian di Indonesia
Pemotongan dan pemungutan pajak (Withholding Tax System) diterapkan karena pemerintah menganggap cara ini adalah cara yang mudah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, karena dalam sistem ini Wajib Pajak diwajibkan untuk memungut dan mengadministrasikan pajaknya pihak lain (Wajib Pajak lain). Cara ini bagi pemerintah akan mudah mengumpulkan pajak tanpa memerlukan upaya dan biaya yang besar. Walaupun akan ada sedikit kerumitan pada penghitungan, hal ini disederhanakan dengan penerapan tarif yang sederhana dengan menggunakan prosentase tertentu. Selain itu penggunaan withholding tax system dalam pemotongan pajak penghasilan telah menguntungkan dari segi efisiensi waktu, akuntabilitas data, biaya, serta kinerja terhadap diri wajib pajak (WP) dan fiskus. Withholding tax system memang merupakan cara yang mudah dalam pemungutan pajak, tetapi di lain pihak, yaitu pihak Wajib Pajak, Withholding Tax System  ini menimbulkan beban pemenuhan kewajiban perpajakan (cost of compliance) yang tinggi, misalnya beban administrasi, beban sanksi administrasi apabila terlambat memotong atau menyetorkan, atau apabila tidak atau belum memotong pajaknya pihak lain. Hal ini berarti Wajib Pajak diwajibkan untuk memungut dan mengadministrasikan pajaknya pihak lain (Wajib Pajak lain) di mana kewajiban untuk mengadministrasikan pajaknya pihak lain tersebut sebenarnya adalah tanggung jawab pemerintah (dalam hal ini wewenang ada pada Direktorat Jenderal  Pajak).
Withholding Tax System  yang berlaku di Indonesia saat ini, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan penuh dalam menentukan jenis-jenis penghasilan yang merupakan objek Withholding Tax. Tidak ada pembatasan mengenai jenis-jenis penghasilan yang layak dan tidak layak dikenakan Withholding Tax. Hal ini berarti akan memberi keleluasaan bagi Direktorat Jenderal  Pajak untuk terus memperluas pengenaan Withholding Tax ini. Alasannya yaitu karena penerimaan pajak akan mudah terkumpul dan tugas Direktorat Jenderal  Pajak cukup mengawasi saja, dan apabila ada Wajib Pajak tidak menjalankan Withholding Tax System  tersebut dengan benar, maka Direktorat Jenderal  Pajak akan menerapkan sanksi administrasi, yang tentunya akan menambah pemasukan negara, tetapi bagi Wajib Pajak perluasan Withholding Tax ini tentunya menimbulkan cost of compliance yang tinggi, karena mereka dibebani untuk memungut pajaknya pihak lain yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka untuk memungut dan mengadministrasikannya. Hal ini terjadi bermula dari luasnya pendelegasian wewenang yang diberikan oleh UU PPh yang berlaku sekarang kepada Direktorat Jenderal  Pajak untuk menentukan sendiri jenis-jenis penghasilan yang akan dikenakan Withholding Tax. Selain itu ada beberapa faktor penghambat penerapan dan pelaksanaan kebijakan Withholding Tax System  baik dari aspek yuridis, aspek SDM, maupun asek moralitas. Misalnya sering terjadi penambahan atau perubahan peraturan perpajakan, baik fiskus dan pihak ketiga pemotong pajak (Tax Withholder) sangat terbatas, serta kurangnya kesadaran para pihak. Status kinerja Tax Withholder dan fiskus belum diatur secara spesifik dalam UU Pajak Penghasilan, sehingga apabila terjadi kesalahan dan pelanggaran yang dirugikan adalah Wajib Pajak yang akan menanggung akibat hukumnya.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Withholding tax system merupakan suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga diberi kepercayaan (kewajiban), atau diberdayakan (empowerment) oleh undang-undang perpajakan untuk memotong pajak penghasilan sekian persen dari penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
Sistem Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia, diterapkan sangat luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di semua jenis penghasilan dan usaha. Sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulan dari sistem ini terletak pada efisiensi dari segi administrasi dan biaya pemungutan, walaupun menimbulkan beban bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Witholding tax system dapat diterapkan baik bagi tansaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan yang bersifat internasional.

B.     Saran

Sebaiknya pemerintah lebih memikirkan berbagai macam dampak yang akan terjadi, karena walaupun sistem pemotongan dan pemungutan pajak (withholding tax system) ini merupakan cara yang efektif untuk pemungutan pajak, namun disisi lain akan ada pihak yang terbebani. Pihak tersebut yaitu Wajib Pajak, misalnya: beban administrasi, beban sanksi administrasi apabila terlambat memotong atau menyetorkan, atau apabila tidak atau belum memotong pajaknya pihak lain.



DAFTAR PUSTAKA

Alsah, A. Sjarifuddin. 2003. Pemotongan-Pemungutan Pajak Penghasilan (Withholding Tax). Jakarta: Kharisma
Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit
Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya. Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta.
Saputra, Tunggal Ika. 2014. "Makalah Withholding Tax System Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 26, 4 ayat 2" (online), (http://tunggalikasaputra.blogspot.com/2014/12/makalah-withholding-tax-system-pajak.html?m=1), diakses 29 Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan. Masih harus belajar, hehe :)
semoga bermanfaat