REVIEW
JURNAL INTERNASIONAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu: Budi Wahyono, S.
Pd, M. Pd
Disusun
oleh :
Nama : Noviana Dwi Saputri
Nim : K7616049
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
APRIL 2018
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL
Judul
: Disability
and School Attendance In 15 Low- and
Middle- Income
Countries
Jurnal : The
Jurnal Of international World Development
Volume
& Halaman : Vol 104, hal
388–403
Tahun : 2018
Penulis : Suguru Mizunoya,
Sophie Mitra dan Izumi Yamasaki
Reviewer : Noviana Dwi
Saputri
Tanggal : 2 January 2018
Tujuan penelitian:
Tujuan
dari penelitian tersebut adalah untuk menemukan konsisten dan signifikan secara
statistik kesenjangan kecacatan dalam kehadiran sekolah dasar dan menengah.
Subjek penelitian:
Subjek
penelitian tersebut ialah di 15 negara berkembang.
Hasil penelitian:
Hasil
penelitian tersebut ialah bahwa masih banyak di jumpai anak-anak yang putus sekolah.
Anak-anak yang putus sekolah ini dapat pula dikarenakan mempunyai kecacatan.
Berdasarkan penelitian tersebut, penulis menggunakan perwakilan nasional yaitu data
dari 15 negara berpenghasilan rendah hingga menengah yang dikumpulkan dalam
berbagai sumber informasi tentang status pendidikan dan mengelolanya yang
kemudian dikembangkan dan diuji oleh Kelompok Kota Washington tentang Statistik
Cacat. Penulis menemukan kesenjangan yang konsisten dan besar berdasarkan
kecacatan di negara-negara berkembang yang diteliti. Kesenjangan tersebut bukan
hanya hasil dari status sosial ekonomi yang miskin dan karakteristik keluarga
anak-anak penyandang cacat saja. Namun, ada kemungkinan juga hasil dari faktor
lingkungan rumah tangga. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecacatan
tidak bisa lagi diabaikan dalam meningkatkan kehadiran di sekolah. Pendidikan
untuk anak-anak penyandang cacat dapat dianggap sebagai sebuah hak asasi
manusia. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama mungkin tidak dapat
dirasakan oleh anak penyandang cacat untuk menghadiri atau belajar di sekolah. Beberapa
lingkungan sekolah dapat mengurangi pembelajaran untuk anak-anak penyandang
cacat, karena beberapa materi sekolah mungkin tidak dapat diakses untuk
anak-anak dengan cacat sensorik. Guru mungkin tidak dilatih untuk mengajar
siswa dengan penyandang cacat. Kecacatan juga bisa menyebabkan peningkatan
biaya pendidikan di masyarakat, mungkin ada hambatan lingkungan untuk sekolah,
dapat berupa fisik atau sikap. Jalan menuju sekolah atau gedung sekolah mungkin
tidak dapat diakses untuk anak-anak penyandang cacat fisik. Maka melalui program beasiswa yang menargetkan orang miskin mungkin
dapat mengatasi kehadiran di sekolah rendah untuk anak-anak penyandang cacat.
Berdasarkan
penelitian tersebut, penulis menghipotesakan bahwa reformasi ini mungkin tidak
proporsional menguntungkan anak-anak tanpa cacat dibandingkan dengan anak-anak
cacat, sehingga mengarah ke rasio Out Of
School Children (OOSC) yang lebih tinggi. Ini bukti deskriptif bahwa
reformasi kebijakan menuju pendidikan dasar universal tampaknya gagal
menjangkau anak-anak cacat. Berkaitan dengan anak-anak yang putus sekolah dan tidak
pernah menghadiri sekolah, faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak putus
sekolah mungkin berbeda dari yang menghalangi mereka hadir ke sekolah.
Anak-anak penyandang cacat dapat masuk sekolah tetapi putus sekolah karena kendala
seperti guru yang kurang pelatihan pedagogis untuk anak-anak penyandang cacat
dan juga kurangnya persediaan sekolah yang memadai serta bahan untuk anak-anak
cacat. Namun, bukan hanya karakteristik individu dari anak-anak penyandang
cacat saja, melainkan juga karakteristik kehidupan sosial-ekonominya yang juga
menyebabkan kesenjangan kecacatan di tingkat kehadiran sekolah. Sedangkan
pengentasan kemiskinan secara keseluruhan atau program-program sosial untuk
mentransfer sumber daya kepada orang miskin dirasa dapat mendorong sekolah secara
umum. Hal ini menunjukkan kemungkinan lain faktor-faktor untuk menjelaskan kesenjangan
kecacatan yang hadir, khususnya kendala seperti hambatan belajar di sekolah
karena bahan belajar yang tidak memadai atau guru yang tidak terlatih serta
kurangnya perangkat bantu dan lingkungan belajar.
Anak-anak
penyandang cacat muncul sebagai faktor yang mempengaruhi sekolah kehadiran di
negara berkembang. Anak-anak dengan kesulitan fungsional beresiko kemiskinan karena
kurangnya sekolah. Berdasarkan penelitian oleh penulis, makalah tersebut
menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk semua
anak penyandang cacat agar dapat menerima pendidikan dalam negara berkembang.
Hasil dari penelitian oleh penulis tersebut menunjukkan bahwa sejauh ini
pelaksanaan kebijakan yang diformulasikan untuk peningkatan sistem pendidikan
di bawah Pendidikan Untuk Semua gagal mempromosikan akses ke sekolah dasar untuk
anak-anak penyandang cacat.
Oleh
karena itu, hal ini seharusnya menjadi prioritas utama untuk masyarakat
internasional. Kebijakan pendidikan nasional perlu direncanakan secara khusus
termasuk untuk anak-anak penyandang cacat. Lingkungan sekolah yang mendukung untuk
anak-anak penyandang cacat perlu ditingkatkan, sehingga memungkinkan anak-anak
penyandang cacat untuk pergi ke sekolah. Sistem pelatihan guru juga perlu mengutamakan
keterampilan dan pengetahuan pendidikan inklusif. Selain itu juga berkaitan
dengan sikap anak-anak penyandang cacat, orang tua dan masyarakat harus peka
untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk akses ke pendidikan bagi
anak-anak penyandang cacat.
Berdasarkan
penelitian lebih lanjut oleh penulis, langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
menyelidiki penyebab kesenjangan dalam sekolah yaitu dengan cara yang lebih
spesifik, misalnya kesenjangan yang didorong oleh sikap keluarga terhadap anak-anak
penyandang cacat, hambatan di lingkungan fisik umum atau sekolah, diskriminasi,
kurangnya pelatihan guru yang memadai, kurangnya akses perawatan kesehatan,
kurangnya alat bantu (misalnya kacamata, alat bantu dengar) dan sebagainya. Menurut
penulis sendiri, salah satu keterbatasan utama dari penelitian tersebut yaitu
bahwa anak-anak penyandang cacat dianggap sebagai kelompok yang homogen karena keterbatasan
ukuran sampel. Menurutnya, memperlakukan anak-anak dengan perbedaan jenis cacat
dapat menyederhanakan analisis dan membantu mengidentifikasi kendala umum untuk
anak-anak penyandang cacat dalam mengakses pendidikan berkualitas.
Di Indonesia sendiri sistem pendidikannya
pun juga masih sama seperti negara berkembang pada umumnya. Tingkat kehadiran anak
penyandang cacat juga rendah. Hal ini disebabkan mungkin karena fasilitas
sekolah yang kurang cocok untuk anak penyandang cacat dan biaya yang mahal. Selain
itu karena keterbatasan guru yang kurang terlatih untuk mengajar anak-anak
penyandang cacat. Akan tetapi, anak-anak penyandang cacat biasanya lebih
memilih untuk bersekolah di Sekolah Luar Biasa, dimana sekolah tersebut hanya
khusus untuk anak-anak dengan penyandang cacat pula. Walaupun sudah ada sekolah
umum yang menerima anak-anak penyandang cacat, namun hal ini belum merata di
Indonesia. Anak-anak dengan penyandang cacat mungkin merasa takut
didiskriminasikan apabila anak tersebut bersekolah di sekolah umum. Akan tetapi
hal ini memliki dampak negatif, karena apabila anak dengan penyandang cacat bersekolah
di Sekolah Luar Biasa maka anak tersebut hanya akan bergaul dengan sesamanya
saja. Padahal di dalam bermasyarakat anak tersebut pasti akan bertemu dengan
anak-anak normal pada umumnya. Ketika anak tersebut sudah dewasa pun nantinya juga
akan bertemu dengan orang-orang normal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mizunoya, S., Sophie M, & Izumi Y.
2018. Disability and School Attendance In 15
Low- and Middle- Income Countries. Jurnal Of international World Development,
Vol 104, page
388–403.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan. Masih harus belajar, hehe :)
semoga bermanfaat